Langsung ke konten utama

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Prososial Anak Prasekolah



Anak usia prasekolah memiliki karakteristik tersendiri dalam segi pertumbuhan dan perkembangannya. Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun (Wong, 2000). Pada usia ini anak bisa diarahkan ke arah yang positif atau ke arah yang bisa membantu perkembangan  sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak tersebut. Erik H. Erikson (Helms & Turner, 1994) memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative.  Anak dilahirkan belum bersifat sosial, dalam arti dia belum memiliki kemampuan untuk lebih akrab dengan orang lain. Baron & Byrne (2003) menjelaskan perilaku prososial sebagai segala tindakan apa pun yang menguntungkan orang lain. Secara umum, istilah ini diaplikasikan pada tindakan yang tidak menyediakan keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan mungkin mengandung derajat resiko tertentu. Faturochman (2006) juga menyatakan perilaku prososial sebagai perilaku yang memiliki konsekuensi positif pada orang lain.
Prososial diartikan sebagai suatu tindakan heroik dengan tujuan untuk menolong orang lain (Passer & Smith, 2004). Definisi dalam konteks psikologi sosial menyebutkan definisi prososial sebagai suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut. Istilah altruisme sering digunakan secara bergantian dengan prososial, tapi altruisme yang sebenarnya adalah hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri (Sarwono, 2002).
Bagi anak prasekolah perilaku prososial adalah kompetensi sosial yang penting dimiliki, namun keterbatasan kemampuan anak dalam berprilaku simpati terhadap kebutuhan orang lain masih sedikit. Batson dan Eisenberg (dalam Damon & Eisenberg, 2006) menyatakan bahwa perspective taking meningkatkan kemampuan individu untuk melakukan identifikasi, pemahaman dan simpati terhadap kebutuhan orang lain. Berdasarkan teori Piaget, anak prasekolah memiliki keterbatasan dalam memahami perspektif orang lain karena aspek perkembangan kognitif anak masih tergolong dalam tahap praoperasional yang memiliki karakteristik egosentrisme  (Berk, 2010).
Faktor lingkungan yang cukup besar pengaruhnya terhadap perkembangan sosial adalah lingkungan keluarga dan bimbingan guru di sekolah. Proses sosialisasi dengan lingkungan keluarga mulai terjalin sejak awal kelahiran. Melalui proses sosialisasi ini orang tua dan lingkungan keluarga akan memberikan warna terhadap perilaku anak sesuai dengan nilai dan norma yang yang dianutnya. Ki Hajar Dewantara (dalam Moh Shochib : 2000) menyatakan bahwa keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak timbulnnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Di samping itu, orang tua dapat menanamkan benih kebatinan yang sesuai dengan kebatinannya sendiri ke dalam jiwa anak-anaknya.
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai ke dalam jiwa anak menurut Ramli (Ramli : 2011) sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dan orang tua yang meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya.
Sejak anak lahir anak diperkenalkan dengan pranata, aturan, norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku melalui pembinaan yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga. Proses sosialisasi pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga melalui pembinaan yang diberikan oleh orang tuanya. Pembinaan anak sebagai bagian dari proses sosialisasi yang paling penting dan mendasar karena fungsi utama pembinaan anak adalah mempersiapkan anak menjadi warga masyarakat yang akan hidup bersama dalam lingkungan sosialnya.
Pembelajaran perkembangan perilaku sosial yang biasa dilakukan di lingkungan keluarga sangat penting, agar kelak anak-anak menjadi pribadi yang santun, mempunyai rasa empati, simpati, tenggang rasa, saling menghormati, dan mempunyai sifat sosial yang baik yang juga disebut perilaku prososial. Perilaku prososial adalah suatu tindakan yang menolong yang menguntungkan orang lain, yang tidak menguntungkan secara langsung terhadap orang yang memberikan pertolongan bahkan terkadang memiliki resiko bagi si penolong. Perilaku prososial memiliki kategori yang luas yang mengarah dan dinilai positif oleh masyarakat, tentu saja berlawanan dengan perilaku anti sosial (Hoog dan Vaughan, dalam : Nurhasanah, 2012)
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat di mana ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Didalam keluarga inilah seorang anak belajar untuk berinteraksi berdasarkan empati dan belajar bekerja sama dengan orang lain. Apa yang dialami melalui interaksi sosial dalam keluarga turut menentukan tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan di luar keluarga.
Lingkungan pertama tempat anak melatih keterampilan sosialnya selain di lingkungan keluarga adalah lingkungan sekolah, dan pihak yang kompeten dalam mengenalkan bagaimana cara berinteraksi dengan lingkungannya adalah guru, yang dalam hal ini adalah guru TK. Taman kanak-kanak adalah lembaga pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak usia 4–6 tahun untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat mengembangkan potensinya sejak dini sehingga anak dapat berkembang secara wajar sebagai seorang anak.
Guru adalah pihak utama yang berperan langsung dengan anak dalam upaya pembelajaran, Menurut Brenner (1990) sebenarnya pendidikan anak prasekolah terefleksi dalam alat-alat perlengkapan dan permainan yang tersedia, cara perlakuan guru terhadap anak, adegan dan desain kelas, serta bangunan fisik lainnya yang disediakan untuk anak, tetapi di Indonesia pembelajaran prasekolah lebih kearah akademik, dimana anak dituntut untuk sudah bisa membaca, berhitung dan lebih banyak duduk di bangku sekolah, prinsip bermain sambil belajar masih belum dipresepsi secara memadai oleh guru.
Guru taman kanak-kanak di kelas, selain berperan sebagai pengajar juga berperan sebagai pembimbing, sebagaimana pernyataan Syaodih (2005) bahwa dalam pelaksanaannya bimbingan di prasekolah dilaksanakan terintegrasi dengan pembelajaran. Namun bimbingan secara khusus di prasekolah belum terstruktur dengan baik, sehingga perlu upaya-upaya untuk merumuskan strateginya. Bredekamp dan Copple (1997) mengemukakan bahwa hubungan yang sesungguhnya antar teman sebaya terjadi pada usia prasekolah. Teman sebaya menjadi agen sosialisasi dan memberikan kesempatan kepada anak untuk banyak belajar.
Permasalahan tersebut dapat ditangani, dengan memberikan layanan bimbingan pribadi sosial. Bimbingan pribadi sosial adalah proses bantuan yang diberikan kepada individu yang bertujuan untuk membantu individu tersebut memahami dirinya sendiri, mengetahui bagaimana caranya berinteraksi dengan orang lain dan bersikap dengan mempertimbangkan keberadaan orang lain, memahami etika dan bersikap santun, membina sebuah keluarga serta memahami peran dalam tanggungjawab sosial(Gordon, 2013).
Dalam hal kebutuhan dan pengembangan anak usia dini, layanan bimbingan berbeda dengan tingkat pendidikan yang lain, karena masa usia dini adalah masa kritis di mana perkembangan terjadi sangat pesat, kepribadian mulai terbentuk dengan pengaruh lingkungan mereka secara terbuka yang memungkinkan mereka belajar tentang berbagai hal (Yulya Yuksel-Sahin, 2009).
Tujuan bimbingan di taman kanak-kanak adalah membantu anak didik agar dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri tahap peralihan dari kehidupan di rumah ke kehidupan di sekolah dan masyarakat sekitar anak. Dengan demikian bimbingan yang dilakukan merupakan upaya membantu anak untuk melewati proses peralihan dari lingkungan keluarga menuju lingkungan sekolah yang lebih luas. Dalam proses peralihan ini , anak perlu memiliki berbagai kemampuan agar anak mampu beradaptasi dan berkembang secara optimal ketika memasuki lingkungan sekolah atau masyarakat (Ernawulan Syaodih, 2005).
Urgensi pelayanan bimbingan dan konseling, dalam hal ini perlunya program pelayanan bimbingan dan penyuluhan yang baik, maka setiap anak prasekolah diharapkan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan setiap potensi dan kemampuan yang dimilikinya seoptimal mungkin melalui prososial yang ditingkatkan dari pola asuh orang tua.
                   

Komentar

  1. Online Casino UK Review (2021) | Honest Review of a
    Find out what is a genuine online 인카지노 casino UK that accepts players from 1xbet the UK. We've thoroughly reviewed this gambling site and gave 메리트 카지노 it a questionable reputation rating.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna dan Fungsi Prinsip-prinsip Filosofis Bimbingan Konseling

Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani: Philos berarti cinta dan sophos berarti bijaksana, jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Sikun pribadi mengartikan filsafat sebagai suatu “usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi tentang segala yang ada, dan apa makna hidup manusia dialam semesta ini”. Filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa : 1)       Setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan, 2)       Keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri 3)       Dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik, dan 4)       Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah. Dengan berfilsafat seseorang akan memperoleh wawasan atau cakrawala pemikiran yang luas sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat John J. Pietrofesa et. al. (1980) mengemukakan pendapat Jame...

ETIKA PERGAULAN DENGAN TEMAN SEBAYA

Etika pergaulan yaitu sopan santun / tata krama dalam pergaulan yang sesuai dengan situasi dan keadaan serta tidak melanggar norma-norma yang berlaku baik norma agama, kesopanan, adat, hukum dan lain-lain. Etika adalah suatu sikap seperti sopan santun atau aturan lainnya yang mengatur hubungan antara kelompok manusia yang beradab dalam pergaulan. Kita semua manusia disebut sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Jadi kita semua walaupun mementingkan dan mendahulukan kebutuhan secara pribadi tetap membutuhkan dan memerlukan orang lain, untuk mengantar ketujuan yang kita butuhkan. Agar terjadi hubungan yang harmonis kalian perlu pembinaan dari sekarang ini sehingga nantinya tercipta hubungan yang selaras, serasi dan seimbang jauh dari pertentangan dan permusuhan yang dinilai dari masyarakat. Pergaulan remaja adalah kontak sosial di antara remaja, atau dalam kelompok sebaya ( peer group ). Kelompok sebaya ini, di samping dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap perkem...