I. KASUS
Keharmonisan suatu keluarga, terutama kedua orang tua, sangat berperan
dalam mendidik seorang anak untuk tumbuh dan berkembang, dan juga dapat
berinteraksi dengan baik dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Keluarga yang
harmonis dapat membuat seorang anak merasa bahagia, nyaman, dan dekat dengan
orang tua. Keluarga merupakan tempat di mana seorang individu memperoleh
‘pelajaran’ pertama dari kehidupan sejak ia dilahirkan. Jadi, betapa penting
peran keluarga dalam membentuk kepribadian seseorang. Namun kenyataan yang ada
ialah, tidak semua keluarga dapat mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh
anggotanya. Banyak keluarga yang mengalami disharmonisasi.
Ini ditandai dengan hubungan orang tua yang tidak harmonis dan matinya
komunikasi antara orang tua dan anak. Keluarga yang disharmonis sangat
berpengaruh dalam suatu pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, terutama
dalam pendidikan. Anak menjadi malas belajar sehingga mendapatkan
nilai/prestasi yang rendah. Menurut Noehi Nasution, dkk. (dalam Djamarah, 2008)
mengemukakan faktor penyebab dari munculnya masalah pembelajaran. Faktor
tersebut meliputi faktor internal (pribadi), dan faktor eksternal (lingkungan).
Jika dikaitkan dengan permasalahan yang akan dibahas, keluarga dan motivasi
belajar merupakan faktor eksternal dan internal penyebab dari munculnya masalah
pembelajaran.
Seperti yang akan kita bahas kali ini, fenomena yang terjadi di SMA Negeri
1 Kutorejo, Mojokerto, Jawa Timur ini diketahui bahwa terdapat 37 siswa yang
berasal dari kelas X dan XI teridentifikasi memiliki masalah prestasi belajar
yang rendah. Hal ini disebabkan karena keadaan keluarganya yang disharmonis dan
motivasi belajar rendah. Data yang terkumpul menyebutkan bahwa, disharmonisasi
dalam keluarga disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain faktor ekonomi,
faktor usia, pertengakaran ayah dan ibu, dll. Disamping itu dari data yang
diperoleh juga menyebutkan bahwa siswa sering melamun di kelas, tidak memperhatikan
guru mengajar, tidak mengerjakan tugas, dan terkadang tidak mengikuti jam
pelajaran sehingga nilai ulangannya jelek dan prestasinya menurun.
Dari 37 siswa yang memiliki permasalahan dalam belajar, kali ini saya hanya
akan memgambil 2 contohnya saja.
Diantaranya, seorang siswa memiliki prestasi belajar yang rendah, rata-rata
nilainya berada di bawah KKM (70). Hal ini disebabkan karena malas belajar,
suka menunda-nunda untuk mengerjakan tugas, sulit memahami, dan tidak bisa
menyerap pelajaran dengan baik. Hal tersebut dilatar belakangi oleh keadaan di
rumahnya. Ia merasa kurang adanya perhatian dan kasih sayang dari orang tua
karena sibuk bekerja, dan orang tua yang sering bertengkar. Selain itu juga
anak itu menjadi suka terlibat perkelahian pelajar di sekolahnya karena ia
sering menyaksikan tindak kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya.
Selain itu, juga terdapat kasus lain bahwa seorang siswa memiliki prestasi
belajar yang rendah, rata-rata nilai mata pelajaran yang didapatnya hanya 65.
Hal ini disebabkan karena ia malas belajar, suka menyontek pekerjaan teman,
tidak mempunyai dorongan dan semangat untuk berprestasi tinggi, dan lebih suka
bermain. Ini dilatar belakangi oleh keadaannya di rumah yang di mana orang tuanya
tidak pernah mengontrol proses belajar anaknya serta tidak peduli dengan hasil
belajarnya. Selain itu, ayahnya yang tidak pernah berada di rumah menyebabkan
anak itu merasa bahwa tidak adanya sesosok figur kepala keluarga yang bisa
membimbingnya.
Secara garis besar berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan di atas,
dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan siswa-siswi tersebut memiliki
motivasi belajar yang rendah dan nilai mata pelajaran yang dihasilkan di bawah
KKM. Di samping itu, hal tersebut dilatar belakangi oleh keluarga mereka yang
secara umum dapat dikatakan disharmonis,
sehingga menghambat proses pencapaian dan semangat untuk belajar.
II. TINJAUAN TEORI
Berdasarkan kasus yang sedang dibahas, saya akan mencoba mengkajinya dengan
menggunakan teori-teori Psikologi Pendidikan.
1. Motivasi
Menurut pendapat saya, contoh kasus di atas memiliki banyak faktor yang
melatar belakanginya. Salah satunya adalah, faktor yang mempengaruhi belajar.
Faktor yang mempengaruhi belajar ini terbagi ke dalam 2 macam, yaitu internal
dan eksternal. Dan motivasi ini masuk ke dalam faktor yang berasal dari dalam
diri/internal yang bersifat psikologis. Dapat dilihat bahwa pada contoh kasus
di atas, seorang siswa memiliki prestasi belajar yang rendah karena tidak
adanya dorongan dan semangat untuk berprestasi tinggi yang disebabkan oleh orang
tuanya yang sibuk bekerja, tidak pernah mengontrol proses belajar anaknya serta
tidak peduli dengan hasil belajarnya, sehingga menyebabkan sang anak menjadi
merasa tidak di-support, tidak
dipedulikan, kurang kasih sayang yang pada akhirnya menyebabkan ia menjadi
malas untuk belajar. Bahwa pada hakikatnya, sang anak itu sangat membutuhkan
motivasi eksternal yang berasal dari orang tuanya. Di mana motivasi eksternal
ini berasal dari luar diri individu tetapi
memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar.
Perlu diingat bahwa, kurangnya respons
dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang
menjadi lemah.
2.
Teori Ekologi Bronfenbrenner
Teori
ekologi (ecological theory) ialah pandangan sosio kultural tentang perkembangan
yang terdiri dari lima sistem lingkungan mulai dari masukan interaksi langsung
dengan agen-agen sosial (social agent) yang berkembang baik hingga masukan
kebudayaan yang berbasis luas. Kelima sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner
ialah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem. Semua
sistem tersebut saling berpengaruh dan berdampak terhadap berbagai perubahan
dalam perkembangan anak. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan dalam
perkembangan ini banyak tergantung dari cara lingkungan berinteraksi dengan
anak-anak. Perkembangan anak ditentukan oleh berbagai fungsi lingkungan yang
saling berinteraksi dengan individu, melalui pendekatan yang sifatnya
memberikan perhatian, kasih sayang dan peluang untuk mengaktualisasikan diri
sesuai dengan taraf dan kebutuhan perkembangannya. Di teori ini menjelaskan
bahwa, lingkungan sangat berperan kuat dalam proses perkembangannya terhadap anak.
Mikrosistem dalam teori ekologi Bronfebrenner ialah setting di mana individu hidup. Mikrosistem adalah lingkungan yang
paling dekat dengan pribadi anak yaitu meliputi keluarga, guru, individu,
teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan dan sebagainya yang sehari-hari ditemui
anak. Seperti dalam kasus di atas, terlihat bahwa sang anak menjadi kasar, dan
suka terlibat perkelahian pelajar di sekolahnya disebabkan karena ia sering
melihat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Jadi, apa yang ia peroleh dari keluarga,
merupakan apa yang akan diterapkannya juga dalam kehidupan. Terutama yang
berasal dari orang tua. Tentu ini sangat merugikan sekali karena perilaku yang
menyimpang, seperti terlibat perkelahian pelajar, itu dapat menganggu
keseimbangan suatu sistem sosial, yang juga dapat mengganggu kententraman
kehidupan antar pelajar.
III. ANALISIS KASUS
Dari
analisi berkaitan dengan tinjauan teori di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam kasus tersebut terdapat bermacam-macam faktor yang melatar belakanginya.
Salah satunya yang paling penting ialah keluarga. Karena keluarga merupakan
lingkungan pertama di mana seseorang mendapatkan pelajaran/pengalaman pertama
sejak ia lahir yang nantinya dari situ akan diterapkannya ke dalam kehidupannya.
Faktor-faktor yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam belajar ialah
karena dari segi psikologis anak, mereka tidak mendapatkan kasih sayang,
perhatian, serta dukungan yang memadai. Selain itu juga dikarenakan
suasana/kondisi rumah yang tidak harmonis menyebabkan sang anak menjadi tidak
bisa belajar di rumah. Tentu apa yang dialaminya, yang berasal dari rumah
(keluarga), berdampak pada prestasinya di sekolah. Mereka menjadi malas, tidak
bersemangat, dan bahkan malah terlibat perkelahian pelajar.
Tentu
di sini motivasi berperan penting dalam diri setiap individu, dalam kasus ini
terutama untuk motivasi ekstrinsik yang berasal dari lingkungan sekitarnya,
yaitu dari orang tuanya. Motivasi ekstrinsik ini berasal dari luar diri individu, tetapi
memberi pengaruh besar
terhadap kemauan
untuk belajar. Perlu diingat bahwa, kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan
memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
Jadi, di sini orang tua memainkan peranan penting agar anak mau dan lebih
bersemangat lagi untuk belajar di kelas dan memperoleh prestasi yang lebih
baik. Karena dari semangat itulah, anak mau untuk bergerak maju lebih baik
lagi.
Selain
itu, menurut Teori Ekologi Bronfenbrenner, lingkungan memegang peranan penting
dalam pembentukan kepribadian seseorang. Salah satunya adalah Mikrosistem, ialah
setting di mana individu hidup.
Mikrosistem adalah lingkungan yang paling dekat dengan pribadi anak yaitu
meliputi keluarga, guru, individu, teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan dan
sebagainya yang sehari-hari ditemui anak. Seperti dalam kasus tsb, sang anak
dikarenakan sering menyaksikan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya
kepada ibunya, menyebabkan ia tumbuh menjadi seseorang yang memiliki kepribadian
keras, sehingga menyebabkan ia sering terlibat dalam perkelahian pelajar di
sekolahnya. Tentu di samping mengganggu prestasi belajarnya di sekolah, ini
juga akan sangat mengganggu kententraman kehidupan antar pelajar. Dari sini
dapat dilihat bahwa, keadaan dan kondisi yang berada di dalam rumah akan sangat
berpengaruh sekali terhadap kondisi psikologis seseorang. Yang dalam kasus ini,
membawa pengaruh yang negatif, yaitu menjadi terlibat dalam perkelahian
pelajar.
Dari
semua analisis kasus yang sudah dijelaskan tadi, solusi yang dapat digunakan
untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah:
1.
Bagi Orang Tua
Orang
tua seyogyanya harus memberikan support
terhadap anaknya, dalam hal ini dukungan akademik yang bersifat moril agar sang
anak mau dan bersemangat untuk belajar dan berprestasi lebih baik lagi. Karena
apapun itu, dukungan dari orang tualah yang utama bagi anak. Tanpa adanya kasih
sayang dan support dari orang tua, anak menjadi malas dan tidak bergairah dalam
belajar.
Selain
itu, perlu juga menciptakan kondisi di dalam rumah yang harmonis dan nyaman
bagi anak. Karena jika terjadi disharmonisasi dalam keluarga, lagi-lagi anak
lah yang paling merasa dirugikan, terutama dari segi psikologis. Akibat lain
dari kasus tsb. ialah, dikarenakan sering menyaksikan ayahnya yang bertindak
kasar, sang anak pun juga menjadi memiliki kepribadian keras yang mengakibatkan
ia sering terlibat dalam perkelahian pelajar. Tentu ini sangat merugikan sekali
tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi kententraman antar pelajar. Maka
dari itu, motivasi dan dukungan dari orang tua, serta penciptaan kondisi rumah
yang harmonis akan membuat anak menjadi lebih termotivasi lagi dan lebih
bersemangat dalam belajar untuk mencapai prestasi yang lebih baik lagi di
sekolah.
2.
Bagi Konselor
Untuk meningkatkan motivasi belajar, konselor
diharapkan mampu memberikan perhatian yang lebih bagi siswa yang mempunyai
masalah motivasi belajar rendah, seperti melakukan diskusi dengan wali kelas
untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa tersebut selama kegiatan
KBM berlangsung. Konselor sekolah juga diharapkan mampu memberikan semangat dan
motivasi seperti pujian, memberikan hadiah jika nilainya bagus, agar
siswa-siswi tersebut dapat tetap belajar dan berusaha mengukir prestastinya
yang membanggakan dalam bidang akademik maupun non akademik. Sedangkan untuk
mengatasi anak yang diharmonis
keluarga, seperti berkunjung ke rumah siswa tsb. dan berdiskusi dengan orang
tuanya supaya lebih memperhatikan kegiatan belajar anaknya, meluangkan waktu
untuk berkumpul bersama, dan memberi perhatian penuh kepada anak sehingga anak
jadi lebih tergerak dan lebih termotivasi lagi untuk belajar.
Komentar
Posting Komentar