Sikap terhadap belajar
Dalam proses
belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap
adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang,
peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam
belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan
guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya
sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru
yang professional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya.
Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi
siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik,
sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang
diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang
studi yang dipelajaran bermanfaat bagi diri siswa.
Motivasi belajar
Minat belajar yang rendah pada mata
pelajaran tertentu. Setiap anak pasti memiliki pelajaran yang ia sukai.
Misalnya saja anak senang pelajaran komputer atau seni di sekolah. Biasanya
anak tersebut cenderung tidak suka dengan pelajaran eksak seperti matematika, biologi,
dan fisika. Untu mengatasi hal tersebut, kita sebagai guru harus bisa
menjelaskan dengan baik kepada siswa bahwa semua pelajaran itu penting dan
harus bisa lulus nilai standar atau KKM.
Konsentrasi belajar
Gangguan dari teman. Misalnya teman
sebangku atau teman yang duduk di dekatnya sering mengajak bicara mengajak
bermain gatget membuat anak tidak bisa berkonsentrasi di kelas saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung
Mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan
cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar
merupakan nilai nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai
kesusilaan, serta nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan
pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar.
Misalnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang
disampaikan, sehingga siswa benar-benar memahami materi yang telah disampaikan.
Siswa akan mengolah bahan belajar dengan baik jika mereka merasa materi yang
diampaikan menarik, sehingga seorang guru sebaiknya menyampaikan materi secara
menarik sehingga siswa akan memusatkan perhatiannya terhadap materi yang
disampaikan oleh guru.
Menyimpan perolehan hasil
belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar
merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan
menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang pendek maupun
dalam jangka waktu yang panjang. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan ,
proses pengolahan kembali dan proses penggunaan kembali. Biasanya hasil belajar
yang disimpan dalam jangka waktu yang panjang akan mudah dilupakan oleh siswa.
Hal ini akan terjadi jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar yang telah
diberikan oleh seorang guru.
Untuk mengatasi hal ini sebaiknya
guru mengingatkan akan materi yang telah lama diberikan, serta memberikan
pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau
siswa akan berusaha untuk mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan
serta membuka kembali buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga
Ingatan yang disimpan dalam jangka panjang akan semakin kuat.
Menggali hasil belajar
yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan
pesan yang telah diterima. Dalam hal baru maka siswa akan memperkuat pesan
dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal
pesan lama maka siswa akan memanggil atau membangkitkan kembali pesan dan
pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Ada kalanya siswa mengalami
gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya
bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri. Gangguan tersebut
dapat dikarenakan kesukaran penerimaan, pengolahan dan penyimpanan. Jika siswa
tidak memperhatikan dengan baik pada saat penerimaan maka siswa tidak memiliki
apa apa. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh maka siswa tidak akan
memiliki keterampilan (intelektual, sosial, moral, dan jasmani) dengan baik.
Kemampuan berprestasi
atau unjuk hasil kerja
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil
belajar merupakan puncak suatu proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan
hasil belajar yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu
memecahkan tugas-tugas belajar atau menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman
sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu
berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh pada
proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan,
serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.
Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan
diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat
timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui
bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui
oleh guru dan teman- temannya. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas,
maka semakin besar pula memperoleh pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa
percaya diri semakin kuat.
Inteligensi dan
keberhasilan belajar
Tingkat intelegensi dari masing-masing tidak sama. Ada yang tinggi, ada
yang sedang dan ada pula yang rendah. Orang yang tingkat intelegensinya tinggi
dapat mengolah gagasan yang abstrak, rumit dan sulit dilakukan dengan cepat
tanpa banyak kesulitan-kesulitan dibandingkan dengan orang yang kurang cerdas.
Orang yang cerdas itu dapat memikirkan dan mengerjakan lebih banyak, lebih
cepat dengan tenaga yang relatif sedikit. Intelegensi adalah suatu kemampuan
yang dibawa dari lahir sedangkan pendidikan tidak dapat meningkatkannya, tetapi
hanya dapat mengembangkannya. Namun hal ini tingginya intelegensi seseorang
bukanlah suatu jaminan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan pendidikan dengan
baik, karena keberhasilan dalam belajar bukan hanya ditentukan oleh intelegensi
saja tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya.
Kebiasaan belajar
Kebiasaan belajar siswa
yang menjadikan siswa mengalami kesulitan belajar biasanya memiliki kebiasaan
belajar seperti : tidak pernah mengulang pembelajaran yang sudah di bahas di sekolah, saat ujian berlangsung
memiliki kebiasaan belajar BKS ( Belajar Kebut Semalam) yang mengakibatkan
siswa menjadi kesulitan dalam belajar.
Cita-cita siswa
Pada umumnya, setiap
anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita itu merupakan motivasi
instrinsik. Tetapi, ada kalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan
bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku ikut-ikutan.
Cita-cita sebagai
motivasi instrinsik perlu dididikan. Penanaman memiliki cita-cita harus dimulai
sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita
– cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan
emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah
sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang
sederhana ke yang semakin sulit.
Dengan mengaitkan
pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani
bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
Komentar
Posting Komentar