Tidak hanya individu manusia tidak luput
dari makkluk sosial yang membutuhkan teman untuk saling membantu selain itu
untuk memenuhi kebutuhan berinteraksi hingga berkomunikasi. Setiap orang pasti
mempunyai teman dan mempunyai jumlah teman yang berbeda-beda. Ada yang
mempunyai teman sangat banyak karena mereka mudah untuk berinteraksi namun ada
juga yang mempunyai sedikit teman karena mereka sulit untuk berinteraksi.
Bagi orang-orang dengan kecerdasan tinggi,
kehidupan sosialita cenderung dianggap sebagai mimpi buruk dan tidak sesuai
esensi kehidupan mereka. Kebanyakan para jenius memilih untuk menyendiri karena
menganggap sedikit orang yang mampu memahami dan menerima mereka. terdapat
banyak kelebihan yang dimiliki orang-orang yang cenderung cerdas. Karena
penggunaan otaknya lebih dipakai untuk merenung dan berpikir, biasanya mereka
akan lebih bisa mengontrol kamampuannya dalam memilah mana yang benar dan mana
yang salah. Hal ini yang membuat penulis membahas mengenai kesulitan dalam
berinteraksi sosial pada orang yang cerdas.
Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial,
oleh karena itu setiap manusia menginginkan dapat berinteraksi sosial dengan
baik. Keinginan untuk berinteraksi sosial dialami oleh semua kalangan manusia,
termasuk dari golongan siswa.
Broom & Selznic dalam Saptono, dan
Bambang Suteng S. Menyebut interaksi sosial sebagai proses bertindak yang
dilandasi oleh kesadaran adanya orang lain dan proses menyesuaikan respon
(tindakan balasan) sesuai dengan tindakan orang lain.
Satosi Kazanawa dan Norman Li 2016:107) menyebutkan dari hasil
penelitiannya bahwa orang-orang yang memiliki IQ di atas rata-rata justru
merasa tertekan saat ia berkumpul dan bersosialisasi bersama orang-orang
disekitarnya. Orang-orang cerdas ini juga mengaku bahwa mereka kesulitan untuk
bersosialisasi dan bercengkrama bersama teman-temannya. Lain halnya dengan orang
–orang dengan IQ rata-rata atau di bawah rendah terbukti merasa bahagia saat ia
bertemu dan bersosialisasi dengan orang banyak.
Hal yang disukai orang berIQ diatas
rata-rata adalah bertanya. Jadi tak mengherankan jika dia bertanya dan tak puas
akan jawaban tersebut, maka mereka akan terus mencari orang yang memiliki
pengetahuan yang lebih luas. Misalnya Orang Dewasa, Guru, Dosen dan lain-lain.
Karena itulah banyak dari mereka yang jarang bergaul denga teman sebayanya. Hal
ini mengakibatkan orang yang ber IQ di atas rata-rata sering menyendiri.
Richard Depue (2013) menyatakan bahwa
mereka yang suka menyendiri justru lebih mudah mencapai kesuksesan. Hal ini
terjadi karena mereka bisa fokus dengan dirinya dan dengan apa yang ia ingin
capai secara lebih baik. Mereka yang suka menyendiri ini juga merupakan seorang
yang cerdas dan memiliki banyak ide cemerlang.
Kanazawa (2016) Orang yang cerdas dan
IQnya tinggi cenderung lebih suka menyendiri. Ia nyaman dengan kehidupannya dan
nyaman dengan hidupnya. Mereka justru akan merasa tertekan dan tidak bahagia
saat ia berkumpul bersama orang banyak.
Carol Graham (1994) mengatakan
orang-orang cerdas menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk mencapai
tujuan jangka panjang. Dengan intelektualitas yang dimiliki, mereka justru
menemukan kebahagiaannya. Kecerdasan tinggi
memungkinkan orang untuk cepat beradaptasi dengan kondisi yang baru. Selain
itu, intelektualitas yang dimiliki memungkinkan mereka untuk mudah hidup dengan
aturannya sendiri tanpa harus bersosialisasi. Namun seseorang yang banyak
melakukan sosialisasi dengan orang lain, maka akan memiliki indeks massa tubuh
yang lebih baik dari pada orang yang kurang bersosialisasi
Kesimpulan dari pembahasan yang telah
diuraikan yaitu tidak ada seseorang yang mengatur apakah dia ingin menjadi
seorang yang jenius, namun tidak memiliki teman ataupun orang yang dibawah
rata-rata namun banyak sekali teman. Hanya saja bagaimana cara kita
menyeimbangkan antara kecerdasan dengan interaksi sosial dengan masyarakat agar
berdampak positif.
Sumber :
Graham, Carol. 1994, Safety Nets,
Politics, and The Poor Transitions To Market Economies. (Diakses
pada 08 Januari 2017)
Li, Norman P. and Satoshi
Kanazawa. 2016. “Country Roads, Take me Home... To My
Friends: How Intelligence, Population Density, and Friendship Affect
Modern Happiness.” British Journal
of Psychology. 107: 675–697. (Diakses pada 08 Januari 2017)
Richard Depue dari Cornell
University, Amerika, Jurnal perbedaan orang ekstrovert dan introvert. (Diakses
pada 08 Januari 2017)
Saptono, dan Bambang Suteng S. 2006. Sosiologi. Jakarta: Phibeta
Komentar
Posting Komentar