Di
era yang canggih seperti sekarang ini banyak sekali permasalahan yang terjadi,
dan juga banyak keilmuan baru yang muncul seperti bimbingan dan konseling yang
berguna membantu mengentaskan permasalahan konseli. Keilmuan ini tidak
sembarang orang bisa menggunakannya, orang yang bisa menggunakannya adalah
orang yang mempunyai pendidikan BK dan orang yang menggambil gelar profesi BK.
Secara
umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat membantu, artinya
pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh, berkembang, sejahtera dan
mandiri. Shertzer & Stone (1981) mendefinisikan hubungan konseling sebagai:
“ interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan
memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut”. Selanjutnya Benyamin
(dalam Shertzer & Stone,1981) Rogers mendefinisikan hubungan konseling
sebagai : “ Hubungan seorang dengan orang lain yang datang dengan maksud
tertentu”. Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan,
kematangan, memperbaiki fungsi dan memperbaiki kehidupan. Sedangkan sifat dari
hubungan konseling adalah menghargai terbuka, fungsional untuk menggali
aspek-aspek tersembunyi (emosional, ide, sumber-sumber informasi dan pengalaman
dan potensi secara umum).
Bimbingan dan konseling di Indonesia masih belum mendapatkan
apresiasi yang bagus, kenyataan di lapangan (sekolah) para guru pembimbing
banyak mendapatkan sorotan, kritikan, bahkan tidak sedikit cemoohan. Guru
Bimbingan dan Konseling yang diharapkan mampu membantu siswa dari aspek
psikologis, pengembangan diri, masalah pribadi, masalah belajar, masalah
sosial, dan masalah karir justru malah menjadi polisi sekolah, satpam sekolah,
atau bahkan tukang cukur sekolah, yang kerjaannya menghukum siswa yang
terlambat, menggunting rambut siswa yang terlalu panjang, dan banyak lagi
tugas-tugas guru BK yang sangat jauh dari apa yang seharusnya dilakukan oleh
seorang guru BK/ Konselor.
Permasalahan tersebut tidak hanya dari kualitas tenaga bimbingan
dan konseling, namun juga dari segi sarana dan prasarana bimbingan dan
konseling yang disiapkan oleh sekolah. Ruangan bimbingan dan konseling acap
kali hanyalah ruangan-ruangan parasit yang menumpang pada ruang guru atau ruang
tata usaha. Bahkan juga kadang gudang-gudang yang tidak terpakailah yang
kemudian disulap menjadi ruangan BK tanpa memperhatikan lagi standar ruang
bimbingan dan konseling yang seharusnya. Selain itu munculnya persepsi negatif
tentang BK adalah karena tidak diketahuinya fungsi, arah dan
tujuan bimbingan di sekolah atau tidak disusunnya program BK secara
terencana. Dapat juga disebabkan oleh ketidaktahuan akan tugas, peran,
fungsi, dan tanggung jawab guru BK itu sendiri.
Sanyata (2006)
menyatakan bahwa dari fakta di lapangan masih banyak guru yang tidak mempunyai
kompetensi konselor dikarenakan tidak linearnya jurusan yang diambil pada masa
kuliah hal ini yang menjadikan masih banyaknya konselor yang tidak paham
mengenai nilai konselor maupun nilai konseli. Hal yang berkaitan dengan hakikat
nilai adalah konselor memiliki integritas yang mampu menjadi teladan bagi kliennya(konseli),
konselor memiliki kesadaran bahwa profesi dan layanan yang diberikan bergantung
pada dimensi sosial sehingga ada tanggung jawab moral terhadap masyarakat,
konselor memiliki kemampuan penerimaan secara emosional kepada klienya dan
konselor mempunyai self awareness terhadap potensi dan kemampuan dirinya.
Menurut Fuad (2009) Cara untuk meningkatkan kualitas
pribadi dalam rangka mencapai citra konselor ideal adalah dengan pelatihan disiplin
diri yang lebih berorientasi spiritual-religius, yakni membenahi kehidupan
pribadi sesuai tuntutan agama (syari’at). Salah satu bentuknya adalah
mengintesifkan dan meningkatkan kualitas ibadah, misalnya dalam hal dzikir dan
shalat. Ultimate goalnya, agar ungkapan the spirit of the man behind
the system dapat dtingkatkan menjadi the divine guidance in the spirit
of the man behind the system. Artinya, dengan meningkatkan kedekatan kepada
Allah (spiritual) sang Konselor akan mendapat bimbingan-Nya dalam membimbing
para kliennya.
Tentunya
tidak sembarang orang mendapatkan nilai karena untuk mendapatkannya memerlukan
waktu dan tenaga. Seperti halnya nilai dalam konselor itu sendiri konselor akan
dianggap bernilai lebih ketika ia mempunyai ciri khasnya sendiri dan sejauh
mana ia efektif dalam membantu menangani kasus konseli. Konselor yang mempunyai
nilai dalam dirinya maka ia akan mengikuti alur perkembangan zaman yang mana
mengetahui bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan konseli guna membantu
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Komentar
Posting Komentar